Jumat, 02 September 2011

Sekotak Moci


"Mah, uang jajannya tambah dong! Ntar dibeliin oleh-oleh deh... Mama maunya apa? Masa ke Bandung cuma bawa duit 200ribu..." adikku terus merajuk ke mama minta ditambah uang jajannya. Padahal kan cuma ke Bandung, padahal tuh cuma untuk jajannya sendiri. Pake ngerayu mau beliin oleh-oleh segala, pasti g bakal dibeliin.
"Ya...nanti ditambahin, tapi nanti pulang dari Bandung ya!!!" jawab mamaku bercanda sambil lalu pergi ke dapur siap-siap masak untuk makan siang. Adikku terus saja membuntuti sambil merajuk dengan seribu satu alasan. Hahaha...memang aneh adikku yang bontot ini, sudah kelas 3 SMP masih saja suka ngebuntutin mama kayak anak ayam yang takut kehilangan induknya.
Padahal sudah sering kali dinasehati, masih aja suka ngekor. Kalau ada tamu yang bertandang ke rumah, dia malah kabur. Unik, sungguh unik.
"Roni, mau tambah berapa?" tanyaku sok perhatian. "Tambah cepe lagi deh! Ntar dibeliin oleh-oleh..." rayuan maut tapi kunonya masih saja dipakai, meski dia sadar kalau belum tentu aku kasih.
Akhirnya aku tak tega sama mama yang terasa jengah diekori terus sama adikku itu, lalu akupun pergi ke kamar dan mengambil dompet dan ku keluarkan uang 100ribu rupiah dan ku berikan padanya. Dia pun terus pergi dari rumah langsung menuju sekolahnya untuk siap pergi ke Bandung.
Keesokan harinya, dia pulang dengan wajah riang sambil membawa bungkusan. Aku tidak yakin isinya itu oleh-oleh, bisa saja pakaian kotor selama dia rekreasi.
"Aku pulang!!! Ni oleh-olehnya...ada sendal buat kakak dan mama. Dan juga ni ada sedikit cemilan." teriak adikku ketika dia masuk rumah. Aku yang sedari tadi mengamati kedatangannya dari jendela kamar, langsung merangsek keluar kamar sambil aku menerka apa cemilan yang dibawa, moci, selai pisang, atau krispi bayam.   Aku pun langsung mengacak-acak bungkusan yang dia bawa, sampai aku temukan dan aku tertegun sebentar. "Apa ni??? Masa cuma moci, sekotak doang lagi! Apa di dalamnya masih utuh ya?" sambil aku buka sekotak moci itu. "Hahaha....mocinya iya ada...tapi tepungnya HILAAAAAAANG!!!" aku tertawa sambil berlagak seperti bencong. Mama pun ikut tertawa bersamaku, sedang adikku itu terus saja menimpaku dengan krispi bayam yang dia bawa.